Senin, 28 November 2011

Proses Komunikasi

PROSES KOMUNIKASI

Proses komunikasi melibatkan 4 unsur utama:
1.      1. Sumber / Pengirim pesan / komunikator / source / encoder
    Yaitu seseorang atau sekelompok orang yg mengambil inisiatif menyampaikan pesan.
2.     2.  Pesan / Informasi / Message
    Biasanya dalam bentuk lambang atau tanda seperti kata-kata tertulis secara lisan, gambar, dan angka.
3.     3.  Saluran / Media / Channel
    Yaitu sesuatu yg dipakai sebagai alat penyampaian / pengirim pesan. (contoh TV. Telepon, HP)
4.      4. Penerima / Komunikan / receiver / decoder
    Yaitu seseorang atau sekelompok orang yg menjadi sasaran penerima pesan.

Selain 4 unsur utama ada faktor lain yg juga penting dalam proses komunikasi, yaitu:
1.      1. Response
    Tindakan yg diambil komunikan setelah dia menerima pesan.
2.     2.  Umpan Balik / Feedback
    Lanjutan dari tindakan yg diambil komunikan yg berpengaruh pada kounikator.
3.     3. Noise / Gangguan
   Adalah faktor-faktor fisik ataupun psikologis yg dapat mengganggu atau menghambat kelancaran proses   komunikasi. Contoh faktor fisik : suara gaduh, gema suara atau segala sesuatu yg mengganggu konsentrasi  dan contoh faktor psikologis : marah, sedih, dan grogi.

Menurut “Wilbur Schramm” (1973), suatu proses atau kegiatan komunikasi akan berjalan dengan baik apabila terdapat Overlapping of Interest (Pertautan minat dan kepentingan) diantara komunikator dan komunikan. Untuk terjadinya Overlapping of Interest diperlukan adanya persamaan dalam hal kerangka referensi (Frame of Interest) dari kedua pelaku. Kerangka referensi menunjuk kepada tingkat pendidikan, pengetahuan, latar belakang budaya, kepentingan, orientasi. Semakin tinggi tingkat persamaan dalam hal kerangka referensi, semakin besar pula Overlapping of Interest, dan semakin mudah proses komunikasi berlangsung.

Tujuan Komunikasi:
1.      Menemukan
Salah satu tujuan utama komunikasi adalah penemuan diri (personal discovery). Apabila berkomunikasi dengan orang lain, anda juga akan belajar mengenai diri sendiri selain juga orang lain.
2.      Berhubungan
Salah satu tujuan yg paling kuat adalah berhubungan dengan orang lain (membina memelihara hubungan dengan orng lain). Kita ingin merasa dicintai dan disukai, kemudian kita juga ingin mencintai dan menyukai orang lain.
3.      Meyakinkan
Media massa dapat meyakinkan kita agar mengubah sikap dan perilaku kita. Media dapat hidup karena adanya dana dari iklan yg diarahkan untuk mendorong kita membeli berbagai produk.
4.      Hiburan
Kita menggunakan banyak perilaku komunikasi untuk bermain dan menghibur diri. Kita mendengar pelawak, musik, dan film sebagian besar untuk hiburan. Demikian pula banyak dari perilaku komunikasi kita dirancang untuk menghibur orang lain (menceritakan lelucon, mengutarakan sesuatu yg baru, dan mengaitkan dengan carita-cerita yg menarik).

Prinsip – prinsip komunikasi, yaitu:
1.      1. Komunikasi adalah suatu proses
Komunikasi adalah sesuatu yg bersifat dinamis, sirkular dan ridak berakhir pada suatu titik, tetapi harus berkelanjutan.

2.      2. Setiap perilaku mempunyai potensi komunikasi
Setiap orang tidak bebas nilai, pada saat orang tersebut tidak bermaksud mengkomunikasikan sesuatu, tetapi dimaknai oleh oang lain maka orang tersebut sudah terlibat dalam proses komunikasi. Contoh: Gerak tubuh, ekspresi wajah, dll.

3.      3. Komunikasi punya dimensi isi dan hubungan
Setiap pesan komunikasi mempunyai dimensi isi dimana dari dimensi isi ini kita bisa memprediksi dimensi hubungan yg ada diantara pihak-pihak yg melakukan proses komunikasi.

4.      4. Komunikasi itu berlangsung dalam berbagai tingkat kesengajaan
Setiap tindakan komunikasi yg dilakukan oleh seseorang bisa terjadi mulai dari tingkat kesengajaan yg rendah artinya tindakan komunikasi yg tidak direncanakan, sampai pada tindakan komunikasi yg betul-betul disengaja.

5.      5. Komunikasi terjadi dalam konteks ruang dan waktu
Pesan komunikasi yg dikirimkan oleh pihak komunikator baik secara verbal maupun non-verbal disesuaikan dengan tempat, dimana proses komunikasi itu berlangsung, kepada siapa pesan itu dikirim dan kapan komunikasi itu berlangsung.

6.      6. Komunikasi melibatkan prediksi peserta komunikasi
Tidak dapat di bayangkan jika orang melakukan tindakan komunikasi diluar norma yg berlaku di masyarakat.

7.      7. Komunikasi itu bersifat sistemik
Dalam diri setiap orang mengandung sisi internal yg dipengaruhi oleh latar belakang budaya, nilai, adat, pengalaman, dan pendidikan.

8.      8. Semakin mirip latar belakang social budaya semakin efektiflah komunikasi
Jika dua orang melakukan komunikasi berasal dari suku yg sama, pendidikan yg sama, maka ada kecenderungan dua pihak tersebut mempunyai bahan yg sama untuk saling dikomunikasikan.

9.      9. Komunikasi bersifat nonsekuensial
Proses komunikasi bersifat sirkular dalam arti tidak berlangsung satu arah.

10.  10. Komunikasi bersifat prosesual, dinamis, dan transaksional
Maksudnya adalah komunikasi itu dinamis dan transaksional. Ada proses saling memberi dan menerima informasi diantara pihak-pihak yg melakukan komunikasi.

11.  11. Komunikasi bersifat irreversible
Setiap orang yg melakukan proses komunikasi tidak dapat mengontrol sedemikian rupa terhadap efek yg ditimbulkan oleh pesan yg dikirimkan.

12.  12. Komunikasi bukan panacea yg menyelesaikan berbagai masalah
Dalam arti bahwa komunikasi bukan satu-satunya obat mujarab yg dapat digunakan untuk menyelesaikan masalah.

Tingkatan Komunikasi:
1.      1. Komunikasi Intra Pribadi
    Adalah komunikasi yg paling sering terjadi dan terjadinya di dalam diri masing-masing orang.
    Contoh: menggambar, menulis, berfikir, dll.
2.      2. Komunikasi Antar Pribadi
    Adalah komunikasi yg terjadi antar pribadi / orang.
    Contoh: Berdialog, Bertelpon, dll.
3.      3. Komunikasi Dalam Kelompok
    Adalah komunikasi yg terjadi di dalam kelompok.
    Contoh: sekelompok orang mendiskusikan sesuatu.
4.      4. Komunikasi Antar Kelompok / Organisasi
    Adalah komunikasi yg terjadi antar kelompok.
    Contoh: Presentasi kelompok di kelas.
5.      5. Komunikasi Organisasi
    Adalah komunikasi yg terjadi di dalam suatu organisasi.
    Contoh: Mengungkapkan pendapat ketika ada rapat.
6.      6. Komunikasi Masyarakat Luas
    Adalah komunikasi yg dilakukan seseorang sebagai komunikator dan masyarakat luas sebagai komunikan.
Contoh: Pidato, Ceramah, dll

Model - model komunikasi

Model - Model Komunikasi

Model sebagai cara menunjukkan sebuah objek, yang didalamnya dijelaskan kompleksitas suatu proses, pemikiran dan hubungan antara unsur – unsur yg mendukungnya.
Model sebagai penyederhanaan teori yg disajikan dalam bentuk gambar. Sebagai alat bantu, mempermudah penjelasan fenomena komunikasi dengan mempresentasikan secara abstrak.

Fungsi Model Komunikasi
- Melukiskan proses komunikasi
- Menunjukkan hubungan visual
- Membantu dalam menemukan dan memperbaiki kemacetan komunikasi
- Mengetahui suatu hal secara keseluruhan mununjukkan fakta metode baru yg tidak diketahui
- Memperkirakan tentang hasil atau akibat yg akan dicapai
- Menjelaskan tentang suatu hal melalui penyajian informasi yg sederhana

Model Dasar Komunikasi
1. Model Komunikasi Linear (Satu Arah)
Model ini didasari paradigm stimulus - respons. Komunikan akan memberikan respons sesuai stimulus yg diterima.
Komunikator aktif menyampaikan pesan, komunikan pasif menerima pesan, pesan berlangsung 1 arah dan relative tanpa umpan balik, dan karenanya di sebut linear.

2. Model Komunikasi Sirkuler (Dua Arah)
Model ini menyatakan adanya umpan balik dengan intensitas yg lebih tinggi, dimana kedudukan antara komunikator dan komunikan relatif setara.

3. Model Komunikasi Spiral
Model spiral menggambarkan bagaimana aspek – aspek yg berbeda dari suatu proses komunikasi terus berubah dan berkembang dari waktu ke waktu.

Model – Model Penganut Komunikasi
- Model Aristoteles
- Model Lasswell







- Model Shannon
-Model Schramm
- Model Noelle – 

Istilah kebudayaan berasal dari kata sansekerta Buddayah sebagai bentuk jamak dari Buddhi yg berarti “budi” atau “akal”. Maka kebudayaan dapat diartikan “hal – hal yang bersangkutan dengan budi dan akal”. Bahasa Inggrisnya adalah culture yg berasal dari kata latin colere artinya “mengolah, mengerjakan” atau “sebagai segala daya dan usaha manusia untuk mengubah alam”. Peranan Kebudayaan dalam Kehidupan Manusia Salah satu wujud kebudayaan ideal yg berfungsi mengatur, mengendalikan, dan mengarahkan tingkah laku masyarakatnya. Jadi fungsi kebudayaan adalah memberikan tuntutan dan tuntunan kepada masyarakatnya. Budaya menuntun masyarakat untuk bertingkah laku sesuai dengan adat istiadat, dan menuntunnya jika menyimpang dari norma – norma sosial yg berlaku. Dalam studi kebudayaan memang dikenal adanya istilah “harapan budaya” (culture expectation), yakni harapan masyarakat dari suatu kebudayaan kepada para anggotanya untuk bertingkah laku sesuai dengan adat istiadat yg berlaku. Pengaruh Kebudayaan dalam Komunikasi Keberhasilan komunikasi ditentukan oleh kemampuan komunikasi memberi makna terhadap pesan yg diterimanya. Semakin besar kemampuan komunikasi memberi makna pada pesan yg diterimanya, semakin besar pula kemungkinan komunikasi memahami pesan tersebut. Komunikasi pada prinsipnya memang merupakan proses penafsiran atau pemberian makna terhadap pesan – pesan. Sebelum mengirim pesan tersebut, komunikan mengolah pesan dan menafsirkannya, apakah makna yg dikandung pesan tersebut telah memenuhi tujuan komunikator dalam penyampaian maksudnya. Komunikasi berfungsi sebagai alat untuk meneruskan warisan budaya berupa nilai – nilai, norma, dan keyakinan yg dianut dan diaplikasikan dalam kehidupan sehari – hari dari suatu generasi ke generasi berikutnya. Komunikasi Antar Budaya Komunikasi antar budaya adalah komunikasi antar orang – orang yg mempunyai latar belakang budaya yg berbeda. Perbedaan budaya tersebut terdapat mulai dari tingkat individu, kelompok sosial, etnis/ras, Negara, hingga dunia. Bentuk komunikasi antar budaya: 1. Komunikasi antar budaya 2. Komunikasi antar ras yg berbeda atau komunikasi antar etnis 3. Komunikasi antar kelompok agama yg berbeda 4. Komunikasi antar bangsa yg berbeda (Komunikasi Internasional) 5. Komunikasi antar subkltur yg berbeda 6. Komunikasi antara subkultur dan kultur yg dominan 7. Komunikasi antar jenis kelamin Komunikasi dan Budaya Menurut Penulis Heru Sutadi Komunikasi dan budaya secara timbal balik saling berpengaruh satu sama lain. Budaya dimana secara individu-individu disosialisasikan, akan berpengaruh terhadap cara mereka dalam berkomunikasi. Dan cara bagaimana individu-individu itu berkomunikasi, dapat mengubah budaya yang mereka miliki dari waktu ke waktu. Hanya saja, kebanyakan analisis tentang komunikasi antarpribadi mengabaikan hubungan ini dan aspek budaya menjadi kosong dalam studi komunikasi. Sebaliknya, studi-studi tentang komunikasi lintas budaya, menguji pengaruh budaya terhadap komunikasi. Kebanyakan analisis tentang komunikasi lintas budaya membandingkan dan mempertentangkan pola-pola komunikasi dari berbagai macam budaya (Gudykunst & Ting-Toomey, 1988). Budaya Ada banyak definisi tentang budaya (lihat Kroeber & Kluckhon, 1952), namun tidak ada sebuah konsensus terhadap suatu defenisi. Konsep bahwa budaya dapat dilihat sebagai segala sesuatu yang dibuat oleh manusia (Herskovits, 1955) atau sebagai sebuah sistem makna yang dimiliki bersama (Geerzt, 1973), hanya merupakan dua kemungkinan konseptualisasi. Budaya juga telah disamakan dengan komunikasi. Hall (1959), menyakini bahwa “budaya adalah komunikasi dan komunikasi adalah budaya” (hal 169). Birdwhistell (1970) mengambil posisi yang sedikit berbeda, budaya dan komunikasi merupakan istilah yang mempresentasikan dua pandangan yang berbeda atau metode representasi dan keterhubungan yang terpola dan terstruktur. Sebagai “budaya” fokusnya terletak pada struktur, sebagai “komunikasi” fokusnya terletak pada proses (hlm. 318). Keesing (1974) mengisolasikan dua pendekatan utama untuk mengidentifikasikan budaya, yaitu budaya sebagai sistem yang adaptif dan budaya sebagai sistem yang ideal. Bagi orang yang melihat budaya sebagai hal yang adaptif, mereka memiliki kecenderungan untuk melihat budaya sebagai hal yang menyatukan orang-orang untuk sistem ekologi dimana mereka hidup. Harris (1968), misalkan, berpendapat bahwa budaya menurun kepada pola prilaku yang diasosiasikan dengan kelompok orang tertentu, yaitu untuk “kebiasaan” atau untuk “prinsip hidup” seseorang. Para teoritis budaya yang berpandangan seperti ini, melihat budaya sebagai perkembangan menuju keseimbangan. Teori-teori ideal dari budaya memandang budaya sebagai sistem kognitif atau sistem simbolik. Goodenough (1961) berpendapat, budaya “terdiri dari standar-standar untuk memutuskan apakah sesuatu itu, untuk memutuskan apa yang dapat, untuk memutuskan apa yang dirasakan seseorang mengenai hal tersebut, untuk memutuskan apa yang harus dilakukan mengenai hal itu dan untuk memutuskan bagaimana caranya melakukan sesuatu itu“ (hlm. 522). Geerzt (1966) sebagai salah satu dari pendukung utama aliran “budaya sebagai sistem simbolik” berpendapat, masalah tentang analisa budaya sebanyak masalah dalam menentukan kebebasan sebagai keterikatan, teluk juga jembatan. Citra yang cocok, kalau seseorang harus punya tentang budaya organisasi, bukan jaring laba-laba atau gundukan pasir. Penggunaan gurita oleh Geertz sebagai metafora untuk memahami kebudayaan, bahwa kebudayaan ditata sekaligus tak tertata pada waktu yang bersamaan. Keesing berargumen bahwa ada beberapa masalah dengan kedua pendekatan pokok atas kebudayaan. Pandangan kebudayaan sebagai sistem adaptif bisa mengarahkan kita pada reduksi kognitif, sementara pandangan kebudayaan sebagai sistem simbolik bisa mengarahkan kita untuk melihat dunia simbol budaya sebagai hal yang secara semu seragam. Untuk mengatasi permasalahan dalam kedua tipe definisi tersebut, Keesing meminjam pembedaan antara kompetensi dan performasi linguistik untuk menjelaskan kebudayaan. Keesing menunjukan bahwa kebudayaan harus dipelajari dalam latar sosial dan ekologis, dimana di dalamnya manusia berkomunikasi satu sama lain. Rohner (1984) berpendapat bahwa seorang individu adalah anggota kelompok masyarakat, seorang individu berpartisipasi dalam sistem sosial dan saling berbagi kebudayaan. Keesing (1974) menekankan bahwa budaya merupakan teori mengenai “permainan yang dimainkan” dalam masyarakat. Secara umum dia mengemukakan bahwa kita sangat tidak sadar akan aturan-aturan permainan yang sedang dimainkan, tapi kita berperilaku seolah-olah ada kesepakatan umum mengenai aturan-aturan itu. Sebagai ilustrasi, jika kita bertemu dengan orang asing dari Mars dan orang itu (Martian) meminta kita untuk menjelaskan mengenai aturan-aturan dari budaya kita, kita mungkin tidak bisa mendeskripsikan banyak hal mengenai aturan itu karena kita sangat tidak sadar akan aturan-aturan itu. Keesing (1974) berpendapat bahwa kita menggunakan teori kita mengenai permainan yang dimainkan untuk menginterpretasikan sesuatu yang tidak lazim yang kita jumpai. Kita juga menggunakan teori dalam berinteraksi dengan orang lain yang kita temui dalam masyarakat kita. Keesing juga menjelaskan bahwa anggota-anggota suatu budaya sama sekali tidak memiliki secara tepat pandangan yang sama tentang budaya. Tidak satu individupun mengetahui semua aspek budaya, dan tiap orang mempunyai pandangan yang khas tentang budaya. Meskipun demikian, teori-teori yang dianut bersama oleh anggota-anggota suatu budaya berbagi, betapapun, cukup bertumpang-tindih sehingga mereka bisa mengkoordinasikan prilaku mereka dalam kehidupan sehari-hari. * Gudykunst, William B., Ting-Toomey, Stella. Communication in Personal Relationships Across Cultures: An Introduction, dalam Communication in Personal Relationships Across Cultures, William B. Gudykunst et al. (ed.). Thousan Oaks: Sage Publications




Istilah kebudayaan berasal dari kata sansekerta Buddayah sebagai bentuk jamak dari Buddhi yg berarti “budi” atau “akal”. Maka kebudayaan dapat diartikan “hal – hal yang bersangkutan dengan budi dan akal”. Bahasa Inggrisnya adalah culture yg berasal dari kata latin colere artinya “mengolah, mengerjakan” atau “sebagai segala daya dan usaha manusia untuk mengubah alam”.

Peranan Kebudayaan dalam Kehidupan Manusia
Salah satu wujud kebudayaan ideal yg berfungsi mengatur, mengendalikan, dan mengarahkan tingkah laku masyarakatnya. Jadi fungsi kebudayaan adalah memberikan tuntutan dan tuntunan kepada masyarakatnya. Budaya menuntun masyarakat untuk bertingkah laku sesuai dengan adat istiadat, dan menuntunnya jika menyimpang dari norma – norma sosial yg berlaku.
Dalam studi kebudayaan memang dikenal adanya istilah “harapan budaya” (culture expectation), yakni harapan masyarakat dari suatu kebudayaan kepada para anggotanya untuk bertingkah laku sesuai dengan adat istiadat yg berlaku.

Pengaruh Kebudayaan dalam Komunikasi
Keberhasilan komunikasi ditentukan oleh kemampuan komunikasi memberi makna terhadap pesan yg diterimanya. Semakin besar kemampuan komunikasi memberi makna pada pesan yg diterimanya, semakin besar pula kemungkinan komunikasi memahami pesan tersebut.
Komunikasi pada prinsipnya memang merupakan proses penafsiran atau pemberian makna terhadap pesan – pesan. Sebelum mengirim pesan tersebut, komunikan mengolah pesan dan menafsirkannya, apakah makna yg dikandung pesan tersebut telah memenuhi tujuan komunikator dalam penyampaian maksudnya.
Komunikasi berfungsi sebagai alat untuk meneruskan warisan budaya berupa nilai – nilai, norma, dan keyakinan yg dianut dan diaplikasikan dalam kehidupan sehari – hari dari suatu generasi ke generasi berikutnya.

Komunikasi Antar Budaya
Komunikasi antar budaya adalah komunikasi antar orang – orang yg mempunyai latar belakang budaya yg berbeda. Perbedaan budaya tersebut terdapat mulai dari tingkat individu, kelompok sosial, etnis/ras, Negara, hingga dunia.
Bentuk komunikasi antar budaya:
1. Komunikasi antar budaya
2. Komunikasi antar ras yg berbeda atau komunikasi antar etnis
3. Komunikasi antar kelompok agama yg berbeda
4. Komunikasi antar bangsa yg berbeda (Komunikasi Internasional)
5. Komunikasi antar subkltur yg berbeda
6. Komunikasi antara subkultur dan kultur yg dominan
7. Komunikasi antar jenis kelamin

Komunikasi dan Budaya Menurut Penulis Heru Sutadi

Komunikasi dan budaya secara timbal balik saling berpengaruh satu sama lain. Budaya dimana secara individu-individu disosialisasikan, akan berpengaruh terhadap cara mereka dalam berkomunikasi. Dan cara bagaimana individu-individu itu berkomunikasi, dapat mengubah budaya yang mereka miliki dari waktu ke waktu. Hanya saja, kebanyakan analisis tentang komunikasi antarpribadi mengabaikan hubungan ini dan aspek budaya menjadi kosong dalam studi komunikasi. Sebaliknya, studi-studi tentang komunikasi lintas budaya, menguji pengaruh budaya terhadap komunikasi. Kebanyakan analisis tentang komunikasi lintas budaya membandingkan dan mempertentangkan pola-pola komunikasi dari berbagai macam budaya (Gudykunst & Ting-Toomey, 1988).

Budaya
Ada banyak definisi tentang budaya (lihat Kroeber & Kluckhon, 1952), namun tidak ada sebuah konsensus terhadap suatu defenisi. Konsep bahwa budaya dapat dilihat sebagai segala sesuatu yang dibuat oleh manusia (Herskovits, 1955) atau sebagai sebuah sistem makna yang dimiliki bersama (Geerzt, 1973), hanya merupakan dua kemungkinan konseptualisasi. Budaya juga telah disamakan dengan komunikasi. Hall (1959), menyakini bahwa “budaya adalah komunikasi dan komunikasi adalah budaya” (hal 169). Birdwhistell (1970) mengambil posisi yang sedikit berbeda, budaya dan komunikasi merupakan istilah yang mempresentasikan dua pandangan yang berbeda atau metode representasi dan keterhubungan yang terpola dan terstruktur. Sebagai “budaya” fokusnya terletak pada struktur, sebagai “komunikasi” fokusnya terletak pada proses (hlm. 318).

Keesing (1974) mengisolasikan dua pendekatan utama untuk mengidentifikasikan budaya, yaitu budaya sebagai sistem yang adaptif dan budaya sebagai sistem yang ideal. Bagi orang yang melihat budaya sebagai hal yang adaptif, mereka memiliki kecenderungan untuk melihat budaya sebagai hal yang menyatukan orang-orang untuk sistem ekologi dimana mereka hidup. Harris (1968), misalkan, berpendapat bahwa budaya menurun kepada pola prilaku yang diasosiasikan dengan kelompok orang tertentu, yaitu untuk “kebiasaan” atau untuk “prinsip hidup” seseorang. Para teoritis budaya yang berpandangan seperti ini, melihat budaya sebagai perkembangan menuju keseimbangan.

Teori-teori ideal dari budaya memandang budaya sebagai sistem kognitif atau sistem simbolik. Goodenough (1961) berpendapat, budaya “terdiri dari standar-standar untuk memutuskan apakah sesuatu itu, untuk memutuskan apa yang dapat, untuk memutuskan apa yang dirasakan seseorang mengenai hal tersebut, untuk memutuskan apa yang harus dilakukan mengenai hal itu dan untuk memutuskan bagaimana caranya melakukan sesuatu itu“ (hlm. 522). Geerzt (1966) sebagai salah satu dari pendukung utama aliran “budaya sebagai sistem simbolik” berpendapat, masalah tentang analisa budaya sebanyak masalah dalam menentukan kebebasan sebagai keterikatan, teluk juga jembatan. Citra yang cocok, kalau seseorang harus punya tentang budaya organisasi, bukan jaring laba-laba atau gundukan pasir. Penggunaan gurita oleh Geertz sebagai metafora untuk memahami kebudayaan, bahwa kebudayaan ditata sekaligus tak tertata pada waktu yang bersamaan.

Keesing berargumen bahwa ada beberapa masalah dengan kedua pendekatan pokok atas kebudayaan. Pandangan kebudayaan sebagai sistem adaptif bisa mengarahkan kita pada reduksi kognitif, sementara pandangan kebudayaan sebagai sistem simbolik bisa mengarahkan kita untuk melihat dunia simbol budaya sebagai hal yang secara semu seragam. Untuk mengatasi permasalahan dalam kedua tipe definisi tersebut, Keesing meminjam pembedaan antara kompetensi dan performasi linguistik untuk menjelaskan kebudayaan. Keesing menunjukan bahwa kebudayaan harus dipelajari dalam latar sosial dan ekologis, dimana di dalamnya manusia berkomunikasi satu sama lain. Rohner (1984) berpendapat bahwa seorang individu adalah anggota kelompok masyarakat, seorang individu berpartisipasi dalam sistem sosial dan saling berbagi kebudayaan.

Keesing (1974) menekankan bahwa budaya merupakan teori mengenai “permainan yang dimainkan” dalam masyarakat. Secara umum dia mengemukakan bahwa kita sangat tidak sadar akan aturan-aturan permainan yang sedang dimainkan, tapi kita berperilaku seolah-olah ada kesepakatan umum mengenai aturan-aturan itu. Sebagai ilustrasi, jika kita bertemu dengan orang asing dari Mars dan orang itu (Martian) meminta kita untuk menjelaskan mengenai aturan-aturan dari budaya kita, kita mungkin tidak bisa mendeskripsikan banyak hal mengenai aturan itu karena kita sangat tidak sadar akan aturan-aturan itu.
Keesing (1974) berpendapat bahwa kita menggunakan teori kita mengenai permainan yang dimainkan untuk menginterpretasikan sesuatu yang tidak lazim yang kita jumpai. Kita juga menggunakan teori dalam berinteraksi dengan orang lain yang kita temui dalam masyarakat kita. Keesing juga menjelaskan bahwa anggota-anggota suatu budaya sama sekali tidak memiliki secara tepat pandangan yang sama tentang budaya. Tidak satu individupun mengetahui semua aspek budaya, dan tiap orang mempunyai pandangan yang khas tentang budaya. Meskipun demikian, teori-teori yang dianut bersama oleh anggota-anggota suatu budaya berbagi, betapapun, cukup bertumpang-tindih sehingga mereka bisa mengkoordinasikan prilaku mereka dalam kehidupan sehari-hari.

*
Gudykunst, William B., Ting-Toomey, Stella. Communication in Personal Relationships Across Cultures: An Introduction, dalam Communication in Personal Relationships Across Cultures, William B. Gudykunst et al. (ed.). Thousan Oaks: Sage Publications